Selasa, 24 Januari 2012

Penerapan Good Agribicultural Practices dan Sinergis ala Basamo Mangkonyo Manjadi



Oleh : ICHSAN KURNIAWAN

Sekali lagi wacana hangat bahwa negara kita menuju peningkatan pengembangan komoditi hortikultura kian menjadi, baik secara nasional maupun daerah termasuk provinsi Sumatera Barat terkhusus juga Kabupaten Agam, bahkan secara nasional bulan lalu isu mengenai rencana pengembangan Hortikultura Park diluncurkan Ditjen Hortikultura Kementrian Pertanian RI. Hortikultura Park sendiri menjalankan konsep taman sayur-sayuran atau buah-buahan dengan pemanfaatan lahan kosong yang  terletak di daerah perkotaan. Konsepnya dirancang demi mengatasi permasalahan kurangnya  jumlah pasokan tanaman hortikultura memenuhi permintaannya yang berlebihHal ini seperti diungkapkan Ditjen Hortikultura bahwa  kondisi pertumbuhan neraca perdagangan  horti kita minus. Untuk sayuran angka minusnya Rp 2,5 triliun sementara buah mencapai Rp 5 triliun. Yang menjadi persoalan ialah potensi yang kita miliki justru dianggap mampu menyuplai kebutuhan yang ada.
Terpisah namun sejalan dengan hal tersebut, negara kita yang tengah dihadang globalisasi yang menuntut produk-produk pertanian dengan juga tak hanya kuantitas yang mampu memenuhi kebutuhan pasar, akan tetapi kualitas hasil yang juga mampu bersaing. Produk bersaing tentunya memiliki kualitas kokoh dan mampu bertahan di tengah lalu lintas produk negara lain yang masuk ke negara kita, terutama produk pertanian.

Good Practices, dari Hulu sampai Hilir
Demi memperbaiki kondisi tersebut,untuk komoditi hortikultura berbagai usaha tengah dilakukan untuk bagaimana produksi hortikultura meningkat baik jumlah, pun jua mutu. Karena jumlah yang banyak tanpa dibarengi kualitas yang bagus, maka produk kita akan tereliminasi dari pasar bahkan bisa terjadi secara dini. Selain memberdayakan keadaan yang dianggap berpotensi layaknya rencana pengembangan Hortikultura Park, perbaikan sistem budidaya sendiri dibenahi guna mencapai peningkatan tersebut. Berpedoman pada Permentan No.58/OT.140/8/2007 tentang pelaksanaan sistem standardisasi di bidang pertanian serta Permentan No.48 Tahun 2009 yang diterbitkan pada tanggal 19 Oktober Tahun 2009 tentang Good Agricultural Practices komoditi sayuran dan buah, dengan berpatokan pada pola pertanian sukses negara-negara lain yang telah menerapkannya, mengikuti tuntutan pasar global patutlah dilakukan perbaikan sistem/ tata kerja. Hal yang dapat kita istilahkan dengan Good Practices ini meliputi dari mulai hulu sampai dengan hilir.
Dalam isu aktual strategis pengembangannya sebagai komoditi penting, untuk konteks good pratices ini terdapat konsorsium hortikultura. Konsorsium ini sendiri merupakan wujud usaha dalam peningkatan pengembangan hortikultura dengan melibatkan berbagai elemen penting dalam rantai agribisnis. Unsur tersebut harus bersinergis untuk mendukung penerapan Good Agricultural Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP) sampai Good Manufacturing Practices (GMP) yang merupakan uraian dari bentuk Good Practices. GAP sendiri adalah perbaikan teknis budidaya (on-farm) dengan empat sasaran yakni aman konsumsi, bermutu baik, berwawasan kelestarian lingkungan serta berdaya saing (berproduktifitas tinggi). GAP sendiri bertitik tolak pada penerapan 100 titik kendali penting dengan kriteria 14 titik kendali wajib, 54 titik kendali yang sangat dianjurkan serta 32 titik anjuran. Dengan memenuhi ketentuan tersebut diharapkan hasil produksi pertanian akhirnya mampu bersaing di pasar global dengan negara-negara lain yang telah lebih dahulu membekali diri dengan system ini seperti Thailand, Malaysia, Cina, Uni Eropa dan beberapa Negara lain dengan bentuk implementasi penerapannya seperti Q-system (Tahiland), Fresh Care (Australia), Assured Produce Scheme (Inggris) bahkan Malaysia yang telah menerapkan SALM. Sementara GHP dan GMP adalah perbaikan lini off-farm yang menggerakkan peningkatan pada pengolahan produk dengan memberikan nilai tambah terhadap produk baik proses pengolahan biasa atau melahirkan produk baru sehingga juga mampu berkompetisi di kancah pasar.

Sebagaimana ditegaskan dalam Permentan 48/2009, tujuan Penerapan Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) hortikultura ini adalah;
  • Meningkatkan produksi dan produktivitas,
  • Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi,
  • Meningkatkan efisiensi produksi,
  • Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
  • Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan,
  • Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,
  • Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik).  Sebagai Tujuan akhir adalah memberikan jaminan keamanan terhadap konsumen serta meningkatkan kesejahteraan petani pelaku usaha.

Foto by ICHSAN KURNIAWAN,SP

Sinergis ala "Basamo Mangkonyo Manjadi"
Penerapan Good Practices baik GAP, GHP maupun GMP ini tak terlepas dari banyak tangan yang bekerjasama menggerakkannya. Semua stakeholders pembangunan agribisnis harus terlibat dalam mensukseskannya, mulai dari petani sebagai pelaksana langsung Good Practices, penyuluh sebagai penjembatan informasi teknologi, peneliti sebagai penghasilnya, pelaku usaha juga sampai pemerintah sebagai polish maker.
Istilah MP3 yang dimunculkan dalam konsorsium hortikultura tersebut dapat menggambarkan keterlibatan banyak pihak. MP3 ini untuk menyebut satuan perangkat yang beraliansi yakni M untuk Masyarakat yang teridiri dari Petani, Pekebun, Kelompoktani, Gapoktan, LSM, Kontak Tani, Pemuda Tani dan lain sebagainya. Huruf P yang pertama untuk Pelaku usaha yang terurai menjadi Penangkar Benih, Nursery, pedagang, pengusaha, industriawan, champions. Sementara P kedua untuk Pakar yang meliputi Dosen PT, Peneliti, Sarjana, Praktisi dari Ilmu Tertentu, otodidak, termasuk penyuluh. Sedangkan aksara P terakhir bagi Pelayan Publik melingkupi pemerntah secara umum seperti mulai Ditjen Hortikultura, Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta BUMN/BUMD.

Bupati Agam Indra Catri


Dengan potensi pengembangan yang dimiliki, Kabupaten Agam dengan beberapa kecamatan yang telah menjadi sentra produksi horti serta kecamatan lainnya juga siap menyonsong perbaikan demi perbaikan untuk pembangunan pertanian ke depan. Selain tertumpang kepada penyuluh dalam wadah BP4K2P Kabupaten Agam sebagai aset penting ujung tobak penjembatan antara informasi dan teknologi, pensuksesan pencapaian harapan tersebut juga diletakkan pada banyak pihak yang saling bekerjasama dengan baik sehingga tercipta hubungan harmonis yang bersinergi. Dengan modal motto Basamo Mangkonyo Manjadi dibawah pimpinan Bupati Agam Bapak Indra Catri, diharapkan semua pihak di Kabupaten Agam bahu-membahu untuk berkomposisi penuh dalam mewujudkan Good Practices demi meningkatkan kualitas dalam menyokong pembangunan pertanian khususnya hortikultura. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS

Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...