Kamis, 26 September 2019

Mengenal Spodoptera frugiperda, Hama Baru pada Jagung

 oleh ICHSAN KURNIAWAN,SP

Spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FAW) adalah hama jenis baru di Indonesia. Hama ini menyerang tanaman jagung. Dikenal dengan sebutan ulat grayak (Spodoptera frugiperda J.E. Smith) atau Fall Armyworm, hama ini muncul mulai tahun 2018. Pada tahun tersebut, FAW masuk Benua Asia di kawasan India, Myanmar, dan Thailand. Sekitar bulan Maret tahun 2019 serangan dilaporkan dengan tingkat berat justru memasuki Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pasaman Barat, selanjutnya menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Kabupaten Agam sendiri, hama ini juga muncul berdekatan dengan kemunculannya pertama kali di Sumbar. Penulis yang bertugas di Kecamatan Tilatang Kamang, pertama kali menemukan kasus bersama Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) setelah mendapatkan laporan sekitar awal September 2019 dan langsung melakukan pengamatan serangan di lapangan.

Sebagai jenis hama baru yang menyerang pertanaman jagung, ulat grayak atau Spodoptera frugiperda ini eksistensinya sudah menjadi ancman berat bagi para petani jagung di Negara kita. Hama ini mejadi momok menakutkan dikarenakan dapat merusak tanman jagung dalam waktu singkat. Hal ini membuat informasi melalui pengamatan langsung di pertanaman jagung atau sistem scounting sangatlah penting sekali yang selanjutnya akan melahirkan gerakan pencegahan dan pengendalian yang dilakukan secara dini.

Sejauh ini mayoritas pengendalian UGJ banyak mengandalkan insektisida. Di Afrika insektisida yang sering digunakan adalah lambda-cyhalothrin, cypermethrin, chlor- pyrifos ethyl, emamectin benzoate, ethyl palmitate, monocrotophos, malathion (Rwomushana et al. 2018). Pengendalian insektisida memang merupakan pengendalian jangka pendek yang dapat digunakan dengan cepat untuk mengatasi meluasnya persebaran hama ini dengan cepat. Namun penggunaan insektisida seyogyanya tidak dapat digunakan dalam jangka panjang secara terus menerus karena memiliki beberapa dampak negatif seperti: dapat membunuh serangga non-target, menyabkan resistensi, dan meningkatkan biaya produksi (Ruíz-Nájera et al. 2007; Day et al. 2017; Prasanna et al. 2018).


dok. Ichsan Kurniawan,SP BPP Tilatang Kamang (24 September, 2019)

Sampai saat ini, petani di Indonesia sangat mengandalkan penggunaan pestisida sintetik. Padahal beberapa penelitian telah menunjukan bahwa resistensi ternyata cepat sekali terbentuk di populasi UGJ. Kumela et al. (2018), menemukan bahwa hasil penggunaan pestisida pada UGJ teryata kurang efektif karena resistensi cepat terbentuk. Resistensi ini juga ditemukan terjadi pada populasi S. frugiperda dari Indonesia. Resistensi diakibatkan oleh mutasi gen yang berpotensi resisten terhadap insektisida piretroid, organofosfat dan karbamat (Boaventura et al. 2019). Di negara lain seperti Brazil dan Puerto Rico telah ditemukan mutasi gen yang berpotensi menimbulkan resistensi terhadap emamektrin benzoat, diamida, organofosfat, siponosin, benzoylureas (Boaventura et al. 2019), dan spinosad (Lira et al. 2019) serta insektisida dengan bahan aktif Bt (Bacillus thuringiensis) (Jakka et al. 2019).

Beberapa tanda dan gejala terjadinya serangan ulat grayak antara lain Pada tanaman terdapatnya tanda gesekan yang berbekas dari larva atau ulat, selain itu pada permukaan atas dari daun atau daerah di sekitaran pucuk tanaman, akan didapati serbuk kasar yang bentuknya menyerupai serbuk gergaji. Bagian pucuk tanaman jagung ini akan rusak, begitu juga dengan daun muda sehingga akan berakibat tanaman akhirnya mati. Peningkatan populasi yang cepat akan mengakibatkan serangan juga meluas ke bagian tongkol. Secara umum akan menyebabkan gagal tumbuh atau panen.

Mencari dan mengumpulkan kelompok telur dan dihancurkan dengan tangan adalah uspaya mekanis yang dapat dilakukan pada tanaman yang terserang. Monitoring lahan seminggu dua kali di masa vegetatif, terutama pada saat tingginya peletakan telur. Larva muda sebaiknya diambil sebelum melakukan penetrasi lebih jauh. Untuk pengendalian hayati dapat dilakukan dengan menjaga musuh alami tetap hidup. Begitu juga dengan predator dari Spodoptera ini yang diantaranya Cocopet (Dermaptera: Forficulidae), Kumbang Kepik (Coleoptera: Coccinellidae), Kumbang Tanah (Coleoptera: Carabidae),  Semut (Hymenoptera: Formicidae). Cara ini ditempuh dengan pelestarian Mikro Organisme Lokal atau pengkoleksian MOL seperti cendawan Beauviria bassiana dan Metharizium. Dalam pemakaian pestisida sesuai dengan literature dan hasil pleno pestisida di tingkat Pusat, maka pemakaian pestisida adalah dengan bahan aktif Emamektin benzoate Siantraniliprol Spinetoram dan Tiametoksam.

Semoga tulisan ini dapat membantu dalam mengendalikan atau bahkan kita dapat mencegah serangan hama ini meluas di Kabupaten Agam secara umum, khususnya di Kecamatan Tilatang Kamang yang dengan luasan tanam jagung cukup luas tersebar pada ketiga Nagari yakni Koto Tangah, Kapau dan Gadut.

PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS

Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...