Senin, 01 Oktober 2012

Kenapa Pertanian Organik Disebut dalam UU No 27 Tahun 2007 ?



Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan (Beatly et al, 2002).
Wilayah pesisir dalam konteks bentang alam merupakan wilayah pertemuan daratan dan lautan. Wilayah ini merupakan wilayah sangat penting dari segi perencanaan dan pengelolaan sumberdaya alam menimbang bahwa wilayah pesisir ini memiliki potensi yang cukup besar. Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas sempadan kea rah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memilikinilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan.
Pengelolaan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (PWP2K)
Kawasan Pesisir merupakan wilayah yang strategis sekaligus paling rentan terhadap perubahan, gangguan dan pencemaran oleh manusia. Wilayah ini merupakan wilayah teramat strategis karena hampir semua kawasan pesisir di Indonesia merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan di wilayahnya masing-masing, namun juga wilayah ini bisa dibilang paling rentan terhadap perubahan yang terjadi baik secara alami maupun akibat aktivitas yang ada disekitarnya seperti kegiatan yang kita lakukan (manusia). Namun diantara dua hal tersebut tersebut, aktivitas yang dilakukan manusia merupakan penyebab utama kebanyakan yang terjadi terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Kegiatan-kegiatan yang tidak ramah lingkungan seperti pengelolaan sampah dan limbah yang tidak memperhatikan efek bahaya terhadap ekosistem merupakan penyebab utamanya. Pada banyak kasus yang terjadi, kondisi kawasan pesisir di berbagai penjuru tanah air mengalami kerusakan ekosistem yang sangat mencemaskan, misalnya kerusakan terumbu karang, kerusakan mangrove, erosi pantai, maupun pencemaran perairan.
Pemanfaatan sumberdaya pesisir secara optimal diharapkan berjalan seiring dengan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat, terlindunginya ekosistem laut, pesisir dan pulau-pulau kecil. Ragam pemanfaatan yang ada dewasa ini kurang memperhatikan efek dari aktivitas dalam pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga menimbulkan kerusakan terhadap ragam ekosistem yang ada.
Korelasi Pertanian dan PWP2K
Pertanian Organik dan UU No. 27 Tahun 2007 ?
Pada bahasan-bahasan yang lalu khususnya bidang pertanian, kita telah banyak berbicara tentang pertanian organik dimana intinya pertanian organik adalah teknik pertanian yang berwawasan lingkungan. Apa yang menjadi urgensi dalam istilah tersebut ?
1.     Kegiatan pertanian organik dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada menjadi sarana produksi.
2.     Kegiatan pertanian organik mensinergikan semua elemen alam sehingga mata rantai kehidupan sekitar tanah dan tanaman sampai mikroba tidak ada yang terputus. Artinya ada saling keterkaitan dan simbiosis mutualisme. Yang artinya lagi kegiatan pertanian organik sangat ramah terhadapa lingkungan dengan penggunaan sumber daya lokal tersebut karena kegiatan tersebut seiring dengan pelestarian alam.

Hubungan Pertanian Organik dan Pengelolaan PWP2K
Lalu apa hubungan pertanian organik dan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil? Kenapa harus pertanian organik?
Seperti kita ketahui wilayah pesisir merupakan wilayah dengan potensi yang sangat besar bagi perekonomian bila dikelola dengan baik dan berwawasan lingkungan. Pertanian merupakan salah satu sektor yang rutin selalu ada dalam ragam pemanfaatan wilayah pesisir. Bahkan tak jarang konversi lahan yang sedianya diperuntukkan untuk pemanfaatan lain, justru dirubah menjadi wilayah/kawasan pertanian.
Sebenarnya kawasan pesisir mempunyai kompleksitas dalam pemanfaatannya antara lain 1) pertambangan, 2) Industri, 3) Perikanan, 4) Wisata/ Rekreasi, 5) Pertanian, 6) Pemukiman dan lain sebagainya.
Sebagai salah satu sektor hampir rutin ada dalam penggunaan wilayah pesisir, sektor pertanian diharapkan mampu bersinergi dengan alam pesisir. Artinya ekploitasi dalam bentuk kegiatan pertanian diharapkan tentu tidak menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem yang ada pada kawasan tersebut.
Berangkat dari ragam kasus yang terjadi di daratan dalam hal pertanian lah, maka pertanian organik dipilih/ ditegaskan dalam UU No.27 Tahun 2007 mengenai pengelolaan PWP2K. Kebanyakan kasus yang terjadi di daratan yakni putusnya rantai/ siklus kehidupan akibat pertanian yang dilakukan secara konvensional yang notabene menggunakan sarana produksi berbahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida yang meninggalkan residu berbahaya serta tumpukan bahan kimia berbahaya yang akhirnya merusak lingkungan. Hal ini lah yang menjadi kekhawatiran apabila pertanian konvensional diterapkan oleh petani wilayah pesisir.
Berikut petikan UU No 27 Tahun 2007 dimana salah satu pemanfaatan wilayah pesisir untuk pertanian ditegaskan dilakukan dengan sistem pertanian organik.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 2007
TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

BAB V
PEMANFAATAN

Bagian Kedua
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya

Pasal 23
(1)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di dekatnya.
(2)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a.         konservasi;
b.         pendidikan dan pelatihan;
c.         penelitian dan pengembangan;
d.         budidaya laut;
e.         pariwisata;
f.          usaha perikanan dan kelautan dan industri perikanan secara lestari;
g.         pertanian organik; dan/atau
h.         peternakan.
(3)        Kecuali untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya wajib:
a.         memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan;
b.         memperhatikan kemampuan sistem tata air setempat; serta
c.         menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
(4)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan memenuhi persyaratan pada ayat (3) wajib mempunyai HP-3 yang diterbitkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5)        Untuk pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya yang telah digunakan untuk kepentingan kehidupan Masyarakat, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menerbitkan HP-3 setelah melakukan musyawarah dengan Masyarakat yang bersangkutan.
(6)        Bupati/walikota memfasilitasi mekanisme musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(7)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya oleh Orang asing harus mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 24
Pulau Kecil, gosong, atol, dan gugusan karang yang ditetapkan sebagai titik pangkal pengukuran perairan Indonesia ditetapkan oleh Menteri sebagai kawasan yang dilindungi.

Pasal 25
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya untuk tujuan observasi, penelitian, dan kompilasi data untuk pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan lembaga dan/atau instansi terkait dan/atau pakar setempat.

Pasal 26
Pengaturan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sekitarnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 27
(1)        Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama dengan Pemerintah Daerah dalam upaya menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil terluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS

Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...