by : ICHSAN KURNIAWAN,SP
Pola pertanian
konvensional yang serba instan memang mulai terasa kian menimbulkan ragam
masalah. Pencemaran lingkungan sekitar area pertanaman sebagai akibat dari
pemakaian pestisida dan pupuk sintetik pun mulai tampak. Belum lagi kondisi
tanah pertanian dimana sistem ini diterapkan. Sejak beberapa tahun silam
pemakaiannya, efek perubahan tingkat kesuburan tanah pertanian semakin hari
kian terlihat. Tanah menjadi semakin keras.
Hal lain yang mulai
kita sadari yakni akumulasi racun yang hampir setiap hari singgah di meja makan
rumah kita. Berbagai penelitian mengungkapkan residu bahan kimia berbahaya dari
pemakaian pestisida sintetis terakumulasi di dalam tubuh manusia. Endapan yang
sedikit demi sedikit terus bertambah tersebut akan mencapai ambang batas dimana
melahirkan masalah serius pada kesehatan. Residu tersebut bersifat toksik dan
menimbulkan jenis-jenis penyakit yang mampu membunuh semisal kanker
Illustrasi. Dok. Ichsan Kurniawan,SP- Nutrisi dan Mikroba Kelompok Mubarakah
Tiga tahun belakangan
pertanian organik bisa dibilang menjadi sebuah trend. Produk dari pola
pertanian ramah lingkungan ini semakin mendapat tempat. Harga hasil
pertaniannya pun bisa menjadi dua sampai tiga kali lipat dibanding produk usaha
tani konvensional.
Serta merta program
pemerintah pun mulai diarahkan ke sana. Dinas atau instansi mencanangkan visi
dan misi yang merancangkan program atau kegiatan berkaitan dengan pengembangan
pertanian organik yang dituding sangat membela petani. Namun terlepas dari hal
tersebut, pertanian organik memang mengandung banyak nilai positif dan baik.
Bagaimana tidak,
petani diajarkan untuk sadar dan konsisten menjaga moral dalam bertani.
Pemanfaatan potensi serta sumber daya alam pun sekaligus menjadi solusi dalam
mengatasi berbagai masalah sarana produksi (saprodi) sebagai misal kelangkaan
pupuk, harga pupuk maupun pestisida yang kian tak terjangkau.
Selain itu pertanian
organik dipapah menuju kemandirian petani dalam bersuaha tani. Menuntut jiwa fair
dalam beragribisnis serta merancang pola pikir sumber daya manusia (SDM) yang
kreatif, berilmu-pengetahuan dan teknologi dengan kemandiriannya tersebut.
Tentu saja. Bukankah
pertanian organik menuntut petani dalam memadukan kegiatan pertanian dengan
elemen lain seperti peternakan. Selanjutnya mau tak mau, petani dengan dibekali
kemampuan dasar yang diberikan melalui penyuluhan, akan memahami kaidah
pertanian organik. Prinsip-prinsip dasar tersebut berilmu-pengetahuan dan
merangsang pola pikir masyarakat tani. Tak menutup kemungkinan juga berawal
dari hal tersebut, akan melahirkan petani-petani peneliti. Dengan mengetahui
ilmu dasar seperti prinsip mikroba, kandungan unsur hara, kebutuhan tanah dan
lainnya, maka lambat laun- selama petani mau bertahan untuk konsisten di
pertanian organik, pengetahuan tersebut akan berkembang terus dan terus.
Secara garis besar
harapan pertanian organik adalah kelestarian lingkungan yang bersahaja. Hal ini
akan tergambar dari terjalinnya hubungan baik (simbiosis mutualisme = saling
menguntungkan) antara petani dengan lingkungan termasuk mikroorganisme.
TEKNIS PENGKOLEKSIAN
Berikut adalah
beberapa tahapan pemanfaatan jasa mikroba dalam usaha tani. Pengkoleksian
mikroba yang dikenal dengan MOL dilakukan dalam membantu penyuburan tanah yang
berarti juga kita mengkondisikan mikroba pada habitat yang benar tanpa
membunuhnya dengan pemakaian sarana produksi berbahan kimia berbahaya.
Pengkoleksian ini dengan tujuan dapat dimanfaatkan dalam kegiatan usaha tani
berbagai komoditi.
Mikroba I
-
Beras dimasak
dengan kondisi akhir menjadi nasi yang agak keras atau belum menjadi nasi 1 kilogram
-
Sesudah langkah pertama kemudian nasi didinginkan
-
Masukkan
ke dalam
wadah dapat berupa ruas bambu yang
di belah dan kemudian di
ikat
pada kedua sisinya
-
Simpan
di bawah pohon bambu selam ± 3 – 4 hari
-
Pindahkan
nasi dari ruas bambu ke pot tanah atau stoples
Mikroba II
-
Kedalam pot tanah atau stoples yang telah diisi dengan mikroba I dengan perbandingan 1 : 1 ( 1kg mikroba : 1 kg gula
merah (saka))
-
Tutup
pot tanah atau stoples dengan kertas yang berpori dan di ikat dengan karet.
-
Lakukan fermentasi di tempat yang terlindung dari cahaya
matahari langsung ± 5 – 7 hari
-
Sudah
bisa dipakai untuk kompos dan campuran pakan ternak
Mikroba
III
-
Encerkan
mikroba II dengan air 1000 x ( 1 cc mikroba 2 dua ditambahkan 1
ltr air).
-
Basahi
dedak halus dengan mikroba 2 (dua) yang telah di encerkan dengan air dengan
kebasahan 65 – 70 % dengan indikasi apabila di kepal akan bulat dan dijatuhkan
akan pecah.
-
Fermentasi
di atas lantai tanah dengan ketebalan ±10 – 15 cm.
-
Tutup
dengan jerami atau daun-daunan, kemudian diatasnya tutup dengan plastik untuk
menghindarkan dari air hujan selama ± 7 hari, di aduk 2 – 3 kali selama proses
fermentasi.
-
Sudah
bisa di pakai untuk pengomposan.
Mikroba
IV
-
Tambahkan
tanah lahan dan tanah gunung atau tanah rumpun bambu ke dalam mikroba III dengan perbandingan 1 : 1 : 1 (satu bagian mikroba III ditambah tanah gunung satu bagian dan ditambah tanah
dari lahan satu bagian kemudian diaduk rata)
-
Ditebar
dan didatarkan di atas tanah dengan ketebalan 15 – 20 cm.
-
Tututp
dengan jerami, kemudian tutup dengan plastik agar terhindar dari air hujan.
-
Biarkan,
fermentasi selama ±7 hari.
-
Baru
bisa diaplikasikan ke lahan, sebaiknya ditambahkan abu dapur 1/3 bagian dengan
dosis 1,5 ons/m2.
Mikroba
V
-
Tambahkan
pupuk kandang yang telah kering ke dalam mikroba 4 (empat) dengan perbandingan
1 : 1 (satu bagian mikroba IV ditambahkan satu bagian pupuk kandang)
-
Kemudian
di aduk rata dan di gelar di atas tanah ketebalan 15 – 20 cm.
-
Tutup
dengan jerami atau daun-daunan, kemudian ditutup dengan plastik, untuk
menghindari dari air hujan.
-
Fermentasi
selama ±7 hari.
-
Mikroba
5 (lima) siap untuk dipakai di lahan dengan dosis 1,5 ons/m2.
Ada banyak cara menjalin hubungan baik dengan mikroba pak PPL.. beradasarkan pengalaman ada tuh yang namanya bikin MOL sayur, buah, keong mas dsb...
BalasHapusSiiip pak... Thanks.. Ntar juga diposting deh teknisnya..
BalasHapus