Oleh : ICHSAN KURNIAWAN
Sekali lagi wacana hangat bahwa negara kita menuju peningkatan pengembangan
komoditi hortikultura kian menjadi, baik secara nasional maupun daerah termasuk
provinsi Sumatera Barat terkhusus juga Kabupaten Agam, bahkan secara nasional
bulan lalu isu mengenai rencana pengembangan Hortikultura Park diluncurkan Ditjen
Hortikultura Kementrian Pertanian RI. Hortikultura Park sendiri menjalankan konsep taman sayur-sayuran atau buah-buahan dengan pemanfaatan lahan kosong yang terletak di
daerah perkotaan. Konsepnya dirancang demi mengatasi permasalahan kurangnya jumlah pasokan tanaman hortikultura memenuhi permintaannya yang berlebih. Hal ini seperti
diungkapkan Ditjen Hortikultura bahwa kondisi
pertumbuhan neraca
perdagangan horti kita minus. Untuk sayuran angka minusnya Rp 2,5 triliun sementara buah mencapai Rp 5 triliun. Yang menjadi persoalan
ialah potensi yang kita miliki justru dianggap mampu menyuplai kebutuhan yang
ada.
Terpisah namun sejalan
dengan hal tersebut, negara kita yang tengah dihadang globalisasi yang menuntut
produk-produk pertanian dengan juga tak hanya kuantitas yang mampu memenuhi
kebutuhan pasar, akan tetapi kualitas hasil yang juga mampu bersaing. Produk
bersaing tentunya memiliki kualitas kokoh dan mampu bertahan di tengah lalu
lintas produk negara lain yang masuk ke negara kita, terutama produk pertanian.
Good Practices, dari Hulu
sampai Hilir
Demi memperbaiki kondisi tersebut,untuk komoditi hortikultura berbagai
usaha tengah dilakukan untuk bagaimana produksi hortikultura meningkat baik
jumlah, pun jua mutu. Karena jumlah yang banyak tanpa dibarengi kualitas yang
bagus, maka produk kita akan tereliminasi dari pasar bahkan bisa terjadi secara
dini. Selain memberdayakan keadaan yang dianggap berpotensi layaknya rencana
pengembangan Hortikultura Park, perbaikan sistem budidaya sendiri dibenahi guna
mencapai peningkatan tersebut. Berpedoman pada Permentan No.58/OT.140/8/2007
tentang pelaksanaan sistem standardisasi di bidang pertanian serta Permentan No.48 Tahun 2009 yang diterbitkan
pada tanggal 19 Oktober Tahun 2009 tentang Good Agricultural Practices komoditi
sayuran dan buah, dengan berpatokan pada pola pertanian sukses negara-negara
lain yang telah menerapkannya, mengikuti tuntutan pasar global patutlah dilakukan perbaikan sistem/ tata kerja. Hal
yang dapat kita istilahkan dengan Good Practices ini meliputi dari mulai hulu
sampai dengan hilir.
Dalam isu aktual strategis pengembangannya sebagai komoditi penting, untuk
konteks good pratices ini terdapat konsorsium hortikultura. Konsorsium ini sendiri
merupakan wujud usaha dalam peningkatan pengembangan hortikultura dengan melibatkan
berbagai elemen penting dalam rantai agribisnis. Unsur tersebut harus
bersinergis untuk mendukung penerapan Good Agricultural Practices (GAP), Good
Handling Practices (GHP) sampai Good Manufacturing Practices (GMP) yang
merupakan uraian dari bentuk Good Practices. GAP sendiri adalah perbaikan
teknis budidaya (on-farm) dengan empat sasaran yakni aman konsumsi, bermutu
baik, berwawasan kelestarian lingkungan serta berdaya saing (berproduktifitas
tinggi). GAP
sendiri bertitik tolak pada penerapan 100 titik kendali penting dengan kriteria
14 titik kendali wajib, 54 titik kendali yang sangat dianjurkan serta 32 titik
anjuran. Dengan memenuhi ketentuan tersebut diharapkan hasil produksi pertanian
akhirnya mampu bersaing di pasar global dengan negara-negara lain yang telah
lebih dahulu membekali diri dengan system ini seperti Thailand, Malaysia, Cina,
Uni Eropa dan beberapa Negara lain dengan bentuk implementasi penerapannya
seperti Q-system (Tahiland), Fresh Care (Australia), Assured Produce Scheme
(Inggris) bahkan Malaysia yang telah menerapkan SALM. Sementara GHP dan GMP adalah perbaikan lini
off-farm yang menggerakkan peningkatan pada pengolahan produk dengan memberikan
nilai tambah terhadap produk baik proses pengolahan biasa atau melahirkan
produk baru sehingga juga mampu berkompetisi di kancah pasar.
Sebagaimana ditegaskan dalam Permentan
48/2009, tujuan Penerapan Pedoman Budidaya yang Baik (GAP) hortikultura ini adalah;
- Meningkatkan produksi dan produktivitas,
- Meningkatkan mutu hasil termasuk keamanan konsumsi,
- Meningkatkan efisiensi produksi,
- Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya alam,
- Mempertahankan kesuburan lahan, kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan,
- Mendorong petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan,
- Meningkatkan daya saing dan peluang penerimaan produk oleh pasar (pasar ekspor dan domestik). Sebagai Tujuan akhir adalah memberikan jaminan keamanan terhadap konsumen serta meningkatkan kesejahteraan petani pelaku usaha.
Sinergis ala "Basamo Mangkonyo Manjadi"
Penerapan Good Practices baik GAP, GHP maupun GMP ini tak terlepas dari
banyak tangan yang bekerjasama menggerakkannya. Semua stakeholders pembangunan
agribisnis harus terlibat dalam mensukseskannya, mulai dari petani sebagai pelaksana
langsung Good Practices, penyuluh sebagai penjembatan informasi teknologi, peneliti
sebagai penghasilnya, pelaku usaha juga sampai pemerintah sebagai polish maker.
Istilah MP3 yang dimunculkan dalam konsorsium hortikultura tersebut dapat
menggambarkan keterlibatan banyak pihak. MP3 ini untuk menyebut satuan
perangkat yang beraliansi yakni M untuk Masyarakat yang teridiri dari Petani, Pekebun, Kelompoktani,
Gapoktan, LSM, Kontak Tani, Pemuda Tani dan lain sebagainya. Huruf P yang pertama untuk
Pelaku usaha yang terurai menjadi Penangkar Benih, Nursery, pedagang, pengusaha, industriawan, champions. Sementara P kedua
untuk Pakar yang meliputi Dosen PT, Peneliti, Sarjana, Praktisi dari Ilmu Tertentu, otodidak, termasuk penyuluh. Sedangkan aksara P
terakhir bagi Pelayan Publik melingkupi pemerntah secara umum seperti mulai Ditjen Hortikultura, Dinas
Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta BUMN/BUMD.
Dengan potensi pengembangan yang dimiliki,
Kabupaten Agam dengan beberapa kecamatan yang telah menjadi sentra produksi
horti serta kecamatan lainnya juga siap menyonsong perbaikan demi perbaikan
untuk pembangunan pertanian ke depan. Selain tertumpang kepada penyuluh dalam
wadah BP4K2P Kabupaten Agam sebagai aset penting ujung tobak penjembatan antara
informasi dan teknologi, pensuksesan pencapaian harapan tersebut juga diletakkan
pada banyak pihak yang saling bekerjasama dengan baik sehingga tercipta
hubungan harmonis yang bersinergi. Dengan modal motto Basamo Mangkonyo Manjadi dibawah pimpinan Bupati Agam Bapak Indra Catri, diharapkan semua pihak di Kabupaten Agam bahu-membahu
untuk berkomposisi penuh dalam mewujudkan Good Practices demi meningkatkan kualitas
dalam menyokong pembangunan pertanian khususnya hortikultura. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar