Oleh: Rusdiono Mukri*
Dunia pertanian dan perkembangannya saat ini tak lepas dari fondasi
dan capaian ilmu pertanian oleh para petani dan pakar pertanian di era
keemasan Islam, 12 abad silam. Para ilmuwan Barat seperti Vaux, Mc Cabe,
Bolens, Watson, Scott, dan Artz, mengakui kontribusi umat Islam ini.
Mereka menyebutkan, pada awal abad ke-9, sistem pertanian modern telah
menjadi urat nadi kehidupan ekonomi dan segala aktivitas di
negeri-negeri Muslim.
Kota-kota besar Islam, baik di Timur Tengah,
Afrika Utara, maupun Spanyol, telah didukung oleh sistem pertanian yang
canggih. Para petani saat itu telah mengembangkan teknik-teknik
pengolahan tanah, sistem irigasi, pemuliaan tanaman dan ternak, serta
cara-cara mengatasi hama dan penyakit tanaman.
Dalam artikel bertajuk “Muslim Contribution to Agriculture” yang dipubliksikan oleh Foundation for Science Technology and Civilisation
menyebutkan, pada masa itu orang-orang Islam telah mengembangkan
peternakan domba, kuda, menanam anggrek, serta memelihara kebun-kebun
buah dan sayuran. Ada jeruk, tebu, sutra, kapas, bakung, persik, plum,
tulip, mawar, melati, dan tanaman lainnya.
Baron Carra de Vaux, orientalis dari Prancis, menyebutkan sejumlah
tanaman dan hewan dari Timur dibawa ke Spanyol oleh umat Islam untuk
beragam keperluan. Tanaman dan hewan itu tidak hanya untuk keperluan
pertanian dan peternakan, tapi juga untuk pengembangan perkebunan,
perdagangan, dan status sosial.
Vaux memaparkan, beberapa tanaman penting yang diperkenalkan oleh
umat Islam di Spanyol, antara lain kapas dan tebu. Kapas mulai
dibudidayakan di Spanyol (Andalusia) pada akhir abad ke-11. Perkebunan
kapas di Andalusia ini berkembang pesat sehingga wilayah ini menjadi
penghasil kapas ternama dan mampu mengekspor kapas ke berbagai daerah.
Para petani Muslim saat itu telah mengetahui cara membasmi
insektisida, hama, dan penyakit tanaman lainnya. Mereka juga sudah
menerapkan teknologi pengolahan tanah, teknik pemupukan, dan cara-cara
untuk menyuburkan tanah. Bahkan mereka bisa 'menyulap' padang pasir
menjadi perkebunan. Negeri-negeri Arab yang sebagian besar wilayahnya
terdiri dari lahan kering dan padang pasir mampu dijadikan lahan-lahan
pertanian berkat teknologi dan sistem irigasi yang baik. Begitu pun di
Andalusia. Para petani menerapkan teknik irigasi dan membangun
saluran-saluran irigasi untuk pengembangan pertaniannya.
Tak cuma itu, mereka juga pakar di bidang persilangan dan pemuliaan
tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas tanaman baru, mencangkok,
dan teknik-teknik pengembangbiakan tanaman lainnya. Karenanya tidak
mengherankan jika saat itu kota-kota Islam mampu memenuhi kebutuhan
penduduknya dengan beragam buah-buahan dan sayuran yang sebelumnya tidak
dikenal di negara-negara Barat (Eropa). Itulah revolusi pertanian yang
diperkenalkan oleh orang-orang Islam.
Revolusi pertanian untuk memperkenalkan tanaman-tanaman baru serta
perluasan dan intensifikasi irigasi telah menciptakan sistem pertanian
yang kompleks dan beragam. Lahan-lahan yang semula hanya menghasilkan
satu jenis tanaman setiap tahun, oleh para petani Muslim 'disulap' bisa
ditanami 2-3 jenis tanaman secara rotasi. Akibatnya produksi pertanian
meningkat dan kebutuhan penduduk perkotaan yang jumlahnya terus
meningkat dapat tercukupi.
Sementara Joseph Mc Cabe, cendekiawan berkebangsaan Inggris,
mengatakan, di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah
perkebunan yang subur. Di sepanjang Guadalquivir, Spanyol, terdapat 12
ribu desa yang memiliki lahan pertanian subur. Para petani Muslim
mengerjakan sendiri lahan-lahan perkebunan itu. Hal ini berbeda dengan
saat Andalusia dikuasai oleh orang-orang Kristen dimana perkebunan
digarap oleh para budak.
Begitu juga tanah-tanah pertanian di Mesir dan Irak. Para ahli
mengungkapkan, di Provinsi Fayyum, Mesir, terdapat 360 desa yang
masing-masing dapat menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk seluruh
Mesir. Sebuah sensus yang dilakukan pada abad ke-8 di Mesir menyebutkan,
dari 10 ribu desa di Mesir, tak ada satu desa pun yang memiliki bajak
(alat untuk mengolah tanah) kurang dari 500 unit. Inilah bukti Mesir
telah menjadi wilayah pertanian yang maju di abad ke-8.
Sementara di sepanjang Sungai Tigris, Irak, terdapat 200 desa yang
pertaniannya juga maju. Kekhalifahan Islam membangun dan memelihara
saluran-saluran irigasi untuk pertanian. Air dari Sungai Efrat dialirkan
ke Mesopotamia, sedangkan air dari Tigris dialirkan ke Persia. Dengan
demikian para petani bisa memperoleh air irigasi untuk pertaniannya.
Tak hanya itu, Kekhalifahan Abbasiyah memelopori pengeringan
rawa-rawa untuk lahan pertanian. Mereka juga memperbaiki ladang yang
mengering. Tak heran jika kemudian Irak dikenal sebagai daerah pertanian
dan perkebunan terkemuka saat itu. Tidak heran jika Irak dijuluki surga
dunia.
Kehadiran negeri-negeri Islam menjadi wilayah pertanian yang maju,
tak lepas dari kontribusi para ahli/pakar pertanian Muslim. Mereka
menulis buku-buku tentang pertanian yang menjadi referensi para petani
dalam bercocok tanam.
Riyad al-Din al-Ghazzi al-Amiri, ahli pertanian dari Damaskus,
Syriah, menulis buku tentang pertanian yang sangat rinci. Mulai dari
jenis lahan pertanian, cara memilih tanah yang baik, jenis-jenis pupuk,
pembibitan, pencangkokan tanaman, penanaman, hingga saluran irigasi.
Ia juga menulis tentang budidaya serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, sayuran, bunga, dan tanaman lainnya.
Sedangkan Abu'l Khair, ahli pertanian dari Andalusia, menulis Kitab
Al-Filaha, sebuah kitab yang menjelaskan hal ihwal pertanian. Dalam
kitabnya, ia menerangkan empat cara menampung air hujan untuk keperluan
pertanian dan cara membuat irigasi untuk pertanian. Secara khusus ia
menerangkan cara penggunaan air hujan untuk membantu proses reproduksi
pohon zaitun. Abu'l Khair juga menjelaskan tentang proses pembuatan
gula.
Sementara Al-Tignari, ahli agronomi dari Andalusia, membuat referensi
tentang tanaman-tanaman yang mampu memberi keuntungan besar bagi usaha
pertanian. Tanaman itu antara lain tebu dan kapas.
* Penulis adalah Alumni ESQ Eksekutif Angkatan 35 dan Penulis
buku "Berani Tidak Populer: Mustafa Abubakar Memimpin Aceh Masa
Transisi"
Sumber : ESQ News
Selamat datang di Dangau Petani Kreatif. Blog ini berisikan informasi kreatif seputar pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan Ketahanan Pangan. Semoga materi blog ini memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin Yaa Rabbal 'alamin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS
Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...
-
Penyuluhan Pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mem...
-
oleh ICHSAN KURNIAWAN,SP Spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FAW) adalah hama jenis baru di Indonesia. Hama ini menyerang tanaman ja...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar