Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembinaan
Kelompoktani dan Gabungan Kelompok Tani merupakan revisi dari Permentan
Nomor 273 Tahun 2007 tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani.
Materi dari Permentan Nomor 82 Tahun 2013 meliputi tiga pokok, yaitu:
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan
Kelompoktani; Pedoman Penyusunan Rencana Definitif Kelompoktani (RDK)
dan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK); dan Pedoman Sistem
Kerja Latihan dan Kunjungan.
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompoktani
Pendekatan kelompok dalam penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan penyuluhan. Pendekatan kelompok juga dimaksudkan untuk mendorong penumbuhan kelembagaan petani (kelompoktani, gabungan kelompoktani). Hal ini dilakukan karena masih banyaknya jumlah petani yang belum bergabung dalam kelompoktani (poktan), terbatasnya jumlah tenaga penyuluh pertanian sebagai fasilitator, serta terbatasnya pembiayaan dalam pembinaan bagi poktan dan gabungan kelompoktani (gapoktan).
Pembinaan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan, diarahkan pada perubahan pola pikir petani dalam menerapkan sistem agribisnis. Pembinaan kelembagaan petani juga diarahkan untuk menumbuhkembangkan poktan dan gapoktan dalam menjalankan fungsinya, serta meningkatkan kapasitas poktan dan gapoktan melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk jejaring dan kemitraan.
Kondisi yang berkembang saat ini masih banyak gapoktan yang belum memiliki kekuatan hukum sehingga mempunyai posisi tawar yang rendah. Hal ini menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usahatani. Untuk itu, bagi gapoktan yang berhasil dalam mengembangkan usahanya berpeluang untuk ditingkatkan kemampuannya membentuk kelembagaan ekonomi petani. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompoktani diatur pada Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013.
Pedoman Penyusunan Rencana Definitif Kelompoktani (RDK) dan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK)
Petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, perlu memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan sasaran produksi dan produktivitas target pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Instrumen yang digunakan dalam menyusun perencanaan sasaran tersebut, dilakukan melalui penyusunan Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif kebutuhan Kelompok (RDKK).
RDK merupakan rencana kerja usahatani dari kelompoktani (poktan) untuk satu periode 1 (satu) tahun berisi rincian kegiatan tentang: sumber daya dan potensi wilayah, sasaran produktivitas, pengorganisasian dan pembagian kerja serta kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani. RDK dijabarkan lebih lanjut menjadi RDKK.
RDKK merupakan alat perumusan untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan alat mesin pertanian, baik yang berdasarkan kredit/permodalan usahatani bagi anggota poktan yang memerlukan maupun dari swadana petani.
Penyusunan RDK/RDKK merupakan kegiatan strategis yang harus dilaksanakan secara serentak dan tepat waktu, sehingga diperlukan suatu gerakan untuk mendorong poktan menyusun RDK/RDKK dengan benar dan sesuai dengan kebutuhan petani. Mengingat kemampuan petani dalam penyusunan RDK/RDKK masih terbatas, maka penyuluh pertanian perlu mendampingi dan membimbing poktan.
Pedoman Sistem Kerja Latihan dan Kunjungan.
Pendekatan pembangunan dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, yaitu petani, pekebun, dan peternak, beserta keluarga intinya. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut diupayakan antara lain melalui penyuluhan pertanian.
Salah satu pendekatan dalam penyuluhan pertanian adalah dengan menggunakan Sistem Kerja “Latihan dan Kunjungan” (LAKU). Sistem Kerja LAKU yaitu pendekatan penyuluhan yang memadukan antara pelatihan bagi penyuluh sebagai upaya peningkatan kemampuan penyuluh dalam melaksanakan tugasnya, yang ditindaklanjuti dengan kunjungan kepada petani/kelompoktani (poktan) yang dilakukan secara terjadwal. Sistem kerja ini didukung dengan supervisi teknis dari penyuluh senior secara terjadwal dan ketersediaan informasi teknologi sebagai materi kunjungan. Sistem tersebut sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras.
Beberapa aspek positif Sistem Kerja LAKU diantaranya yaitu 1) penyuluh pertanian memiliki rencana kerja dalam setahun; 2) penyuluh pertanian mengunjungi petani secara teratur, dan berkelanjutan; 3) penyuluh pertanian cepat mengetahui masalah yang ada di petani dan cepat memecahkannya; 4) penyuluh pertanian secara teratur mendapat tambahan pengetahuan dan keterampilannya; 5) penyuluhan dilaksanakan melalui pendekatan kelompok; serta 6) penyelenggaaan penyuluhan pertanian mendapatkan supervisi dan pengawasan secara teratur.
Penerapan sistem kerja LAKU diharapkan dapat meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendamping dan pembimbing petani, serta menjamin kesinambungan pembinaan penyuluh kepada petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatannya.
Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompoktani
Pendekatan kelompok dalam penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan penyuluhan. Pendekatan kelompok juga dimaksudkan untuk mendorong penumbuhan kelembagaan petani (kelompoktani, gabungan kelompoktani). Hal ini dilakukan karena masih banyaknya jumlah petani yang belum bergabung dalam kelompoktani (poktan), terbatasnya jumlah tenaga penyuluh pertanian sebagai fasilitator, serta terbatasnya pembiayaan dalam pembinaan bagi poktan dan gabungan kelompoktani (gapoktan).
(Dok. Keltan Bawah Tampaik, Pertemuan Rutin dengan PPL Ichsan Kurniawan,SP)
Pembinaan kelembagaan petani perlu dilakukan secara berkesinambungan, diarahkan pada perubahan pola pikir petani dalam menerapkan sistem agribisnis. Pembinaan kelembagaan petani juga diarahkan untuk menumbuhkembangkan poktan dan gapoktan dalam menjalankan fungsinya, serta meningkatkan kapasitas poktan dan gapoktan melalui pengembangan kerjasama dalam bentuk jejaring dan kemitraan.
Kondisi yang berkembang saat ini masih banyak gapoktan yang belum memiliki kekuatan hukum sehingga mempunyai posisi tawar yang rendah. Hal ini menyebabkan belum optimalnya pelaksanaan kemitraan usahatani. Untuk itu, bagi gapoktan yang berhasil dalam mengembangkan usahanya berpeluang untuk ditingkatkan kemampuannya membentuk kelembagaan ekonomi petani. Pedoman Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompoktani diatur pada Lampiran I Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82 Tahun 2013.
Pedoman Penyusunan Rencana Definitif Kelompoktani (RDK) dan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompoktani (RDKK)
Petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, perlu memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan sasaran produksi dan produktivitas target pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan. Instrumen yang digunakan dalam menyusun perencanaan sasaran tersebut, dilakukan melalui penyusunan Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif kebutuhan Kelompok (RDKK).
RDK merupakan rencana kerja usahatani dari kelompoktani (poktan) untuk satu periode 1 (satu) tahun berisi rincian kegiatan tentang: sumber daya dan potensi wilayah, sasaran produktivitas, pengorganisasian dan pembagian kerja serta kesepakatan bersama dalam pengelolaan usahatani. RDK dijabarkan lebih lanjut menjadi RDKK.
RDKK merupakan alat perumusan untuk memenuhi kebutuhan sarana produksi dan alat mesin pertanian, baik yang berdasarkan kredit/permodalan usahatani bagi anggota poktan yang memerlukan maupun dari swadana petani.
Penyusunan RDK/RDKK merupakan kegiatan strategis yang harus dilaksanakan secara serentak dan tepat waktu, sehingga diperlukan suatu gerakan untuk mendorong poktan menyusun RDK/RDKK dengan benar dan sesuai dengan kebutuhan petani. Mengingat kemampuan petani dalam penyusunan RDK/RDKK masih terbatas, maka penyuluh pertanian perlu mendampingi dan membimbing poktan.
Pedoman Sistem Kerja Latihan dan Kunjungan.
Pendekatan pembangunan dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sebagai pelaku utama pembangunan pertanian, yaitu petani, pekebun, dan peternak, beserta keluarga intinya. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tersebut diupayakan antara lain melalui penyuluhan pertanian.
Salah satu pendekatan dalam penyuluhan pertanian adalah dengan menggunakan Sistem Kerja “Latihan dan Kunjungan” (LAKU). Sistem Kerja LAKU yaitu pendekatan penyuluhan yang memadukan antara pelatihan bagi penyuluh sebagai upaya peningkatan kemampuan penyuluh dalam melaksanakan tugasnya, yang ditindaklanjuti dengan kunjungan kepada petani/kelompoktani (poktan) yang dilakukan secara terjadwal. Sistem kerja ini didukung dengan supervisi teknis dari penyuluh senior secara terjadwal dan ketersediaan informasi teknologi sebagai materi kunjungan. Sistem tersebut sangat efektif dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petani, sehingga pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada beras.
Beberapa aspek positif Sistem Kerja LAKU diantaranya yaitu 1) penyuluh pertanian memiliki rencana kerja dalam setahun; 2) penyuluh pertanian mengunjungi petani secara teratur, dan berkelanjutan; 3) penyuluh pertanian cepat mengetahui masalah yang ada di petani dan cepat memecahkannya; 4) penyuluh pertanian secara teratur mendapat tambahan pengetahuan dan keterampilannya; 5) penyuluhan dilaksanakan melalui pendekatan kelompok; serta 6) penyelenggaaan penyuluhan pertanian mendapatkan supervisi dan pengawasan secara teratur.
Penerapan sistem kerja LAKU diharapkan dapat meningkatkan motivasi penyuluh pertanian dalam melaksanakan fungsinya sebagai pendamping dan pembimbing petani, serta menjamin kesinambungan pembinaan penyuluh kepada petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani yang lebih baik, sehingga dapat meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatannya.
Sumber:
Permentan Nomor 82 TAhun 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar