Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A dan
C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung
antiokisidan sebagai penangkal pelbagai jenis kanker. Sayang, sejauh ini
pemanfaatannya belum optimal.
Buah labu dapat digunakan untuk pelbagai jenis makanan dan
cita rasanya enak. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya
bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar
racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduk Indonesia yang
hidup dalam lingkungan yang majemuk, memiliki anekaragam kebudayaan dan
sumber pangan spesifik, strategi pengembangan pangan perlu diarahkan
pada potensi sumber daya wilayah.
Banyak bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai potensi
gizi dan komponen bioaktif yang baik, namun belum termanfaatkan secara
optimum. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan
masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut.
Penelitian tentang karakterisasi dan potensi pemanfaatan
komoditas pangan minor masih sangat sedikit dibandingkan komoditas
pangan utama, seperti padi dan kedelai. Labu kuning atau waluh
(Cucurbita moschata), yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin,
termasuk dalam komoditas pangan yang pemanfaatannya masih sangat
terbatas.
Tanaman labu tumbuh merambat dengan daun yang besar dan
berbulu. Pucuk daun dan daun muda dapat digunakan sebagai bahan sayuran
yang lezat, bisa dimakan sebagai sayuran bersantan, oseng-oseng, atau
gado-gado. Selain daun, bagian dari tanaman ini yang memiliki nilai
ekonomi dan zat gizi terpenting adalah buahnya.
Walaupun tanaman labu kuning dipercaya berasal dari Ambon
(Indonesia), budi daya tanaman tersebut secara monokultur dan
besar-besaran belum lazim dilakukan oleh masyarakat kita. Tingkat
konsumsi labu kuning di Indonesia masih sangat rendah, kurang dari 5 kg
per kapita per tahun.
Konsumsi labu kuning mencapai puncak pada bulan puasa.
Sebab, komoditas ini sangat cocok untuk diolah menjadi kolak, yang
umumnya menjadi menu utama pada bulan tersebut.
Sangat Awet
Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima
Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita
moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies cucurbita
tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh) karena mempunyai
ciri-ciri yang hampir sama.
Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data
statistik nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi,
baik di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan,
komoditas ini telah ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar.
Penanaman labu dapat dilakukan di tanah tegalan, pekarangan,
maupun di sawah setelah panen padi, baik monokultur maupun tumpangsari.
Labu ditanam di tanah petak-petak, dengan mengatur tanaman berjajar,
jarak tanam antara 1-1,5 meter. Dalam satu hektar dapat ditanami sekitar
5.000 tanaman.
Untuk jenis lokal, buah dapat dipanen pada umur 3-4 bulan,
sedangkan jenis hibrida, seperti labu kuning taiwan, pada umur 85-90
hari. Apabila ditanam secara monokultur, tiap hektar lahan dapat
menghasilkan buah sekitar 50 ton per musim.
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau
panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran pertumbuhannya cepat
sekali, mencapai 350 gram per hari.
Buahnya besar dan warnanya bervariasi (buah muda berwarna
hijau, sedangkan yang lebih tua kuning pucat). Daging buah tebalnya
sekitar tiga cm dan rasanya agak manis.
Bobot buah rata-rata 3-5 kg. Untuk labu ukuran besar,
beratnya ada yang dapat mencapai 20 kg per buah. Biji labu tua dapat
dikonsumsi sebagai kuaci setelah digarami dan dipanggang.
Buah labu kuning mempunyai kulit yang sangat tebal dan
keras, sehingga dapat bertindak sebagai penghalang laju respirasi,
keluarnya air melalui proses penguapan, maupun masuknya udara penyebab
proses oksidasi. Hal tersebutlah yang menyebabkan labu kuning relatif
awet dibanding buah-buahan lainnya. Daya awet dapat mencapai enam bulan
atau lebih, tergantung pada cara penyimpanannya.
Namun, buah yang telah dibelah harus segera diolah karena
akan sangat mudah rusak. Hal tersebut menjadi kendala dalam pemanfaatan
labu pada skala rumah tangga sebab labu yang besar tidak dapat diolah
sekaligus. Oleh karena itu, di supermarket atau pasar tradisional, labu
sering dijual dalam bentuk irisan.
Olahan Segar
Buah labu dapat digunakan sebagai sayur, sup, atau desert.
Masyarakat umumnya memanfaatkan labu yang masih muda sebagai sayuran
(lodeh, asem-asem, brongkos). Olahan tradisional yang paling dikenal
dari labu kuning ialah kolak.
Buah yang sudah tua digunakan sebagai campuran dalam
membuat bubur Manado dan sayur bayam ala Sulawesi Selatan. Labu kuning
setelah dikukus dapat dibuat aneka makanan tradisional, seperti dawet,
lepet, jenang, dodol, dan lain-lain.
Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau
jingga akibat kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Itulah
sebabnya air perasan labu kuning sering digunakan sebagai pewarna alami
dalam pengolahan berbagai makanan tradisional.
Tepung labu juga sering dicampurkan ke dalam berbagai
produk olahan untuk mendapatkan warna kuning. Karotenoid dalam buah labu
sebagian besar berbentuk betakaroten.
Air perasan buah dipercaya dapat mengobati luka akibat
racun binatang. Sekitar 500-800 biji segar tanpa kulit bisa digunakan
sebagai obat pembasmi cacing pita pada orang dewasa. Kadang-kadang
diberikan sebagai obat emulsi (diminum beserta obat pencahar), setelah
dicampur dengan air. Pengobatan demikian amat berkhasiat dan aman tanpa
efek sampingan.
Biji labu dikenal sebagai Semen Cucurbitae, yang kaya
minyak dan dapat digunakan sebagai obat cacing pita. Kegunaan lain labu
kuning adalah untuk obat digigit serangga berbisa (daging buah dan
getahnya), disentri, dan sembelit.
Labu kuning juga dapat digunakan untuk penyembuhan
radang, pengobatan ginjal, demam, dan diare. Berdasarkan pemanfaatan
labu kuning secara empiris dan turun-temurun untuk berbagai pengobatan,
diduga komoditas ini mempunyai berbagai komponen bioaktif yang perlu
dibuktikan secara ilmiah.
Tepung Labu
Pengolahan produk setengah jadi merupakan salah satu cara
pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas pangan yang berkadar
air tinggi, seperti umbi-umbian dan buah-buahan. Keuntungan lain dari
pengolahan produk setengah jadi, sebagai bahan baku yang fleksibel untuk
industri pengolahan lanjutan, aman dalam distribusi, serta hemat ruang
dan biaya penyimpanan.
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses
alternatif produk setengah jadi yang dianjurkan karena lebih tahan
disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit), dibentuk, diperkaya zat
gizi, dan lebih cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang
serba praktis. Dari segi proses, pembuatan tepung hanya membutuhkan air
relatif sedikit dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pembuatan pati.
Pada umumnya buah-buahan dan umbi-umbian mudah mengalami
pencokelatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi oleh udara
sehingga terbentuk reaksi pencokelatan oleh pengaruh enzim yang terdapat
dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencokelatan karena
enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa fenol yang
dikatalisis oleh enzim polifenol oksidase.
Untuk menghindari terbentuknya warna cokelat pada bahan
pangan yang akan dibuat tepung, dapat dilakukan melalui pencegahan
sesedikit mungkin kontak antara bahan yang telah dikupas dan udara.
Caranya, rendam dalam air (atau larutan garam 1 persen) dan/atau
menginaktifkan enzim dalam proses blansir (perlakuan uap air panas).
Tepung labu kuning mempunyai sifat spesifik dengan aroma
khas. Secara umum, tepung tersebut berpotensi sebagai pendamping terigu
dan tepung beras dalam berbagai produk olahan pangan. Produk olahan dari
tepung labu kuning mempunyai warna dan rasa yang spesifik, sehingga
lebih disukai oleh konsumen.
Tahapan pembuatan tepung dari buah labu kuning sebagai
berikut: Labu kuning harus dipilih yang mengkal, yaitu buah sudah tua
tetapi belum masak optimum. Buah dipanen kira-kira 5-10 hari lebih awal
dari umur panen semestinya. Buah yang masak optimum tidak sesuai dibuat
tepung karena kadar airnya tinggi, daging buahnya lembek, serta kadar
patinya rendah.
Setelah dikupas kulitnya, labu dibelah-belah dan dilakukan
pemblansiran, yaitu perlakuan dengan uap panas selama 5-10 menit. Dalam
skala rumah tangga, tahapan ini dapat dilakukan seperti mengukus nasi
tetapi tidak perlu ditutup.
Selanjutnya labu dirajang dengan ketebalan 0,1-0,3 cm. Hasil
perajangan tersebut dinamakan sawut. Pengeringan sawut dilakukan sampai
diperoleh kadar air sekitar 14 persen.
Agar lebih efisien, penepungan sawut dilakukan dalam dua tahapan, yaitu
1) penghancuran sawut untuk menghasilkan butiran kecil (lolos 20 mesh),
dan 2) penggilingan/penepungan menggunakan saringan lebih halus (80
mesh). Penggilingan sawut kering menjadi tepung labu kuning dapat
menggunakan mesin penepung beras. @ Prof. DR. Made Astawan, Dosen di Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB
Kompas CyberMedia – G I Z I – Jumat, 9 April 2004
Link Sumber
Selamat datang di Dangau Petani Kreatif. Blog ini berisikan informasi kreatif seputar pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan Ketahanan Pangan. Semoga materi blog ini memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin Yaa Rabbal 'alamin.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS
Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...
-
oleh ICHSAN KURNIAWAN,SP Spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FAW) adalah hama jenis baru di Indonesia. Hama ini menyerang tanaman ja...
-
Penyuluhan Pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mem...
sangat inspiratif..
BalasHapus