Dok. BPP Kecamatan Tilatang Kamang (2019) |
Selamat datang di Dangau Petani Kreatif. Blog ini berisikan informasi kreatif seputar pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan Ketahanan Pangan. Semoga materi blog ini memberikan manfaat bagi kita semua. Aamiin Yaa Rabbal 'alamin.
Jumat, 13 Desember 2019
DRYER UV, SOLUSI PENGERINGAN PADI MUSIM PENGHUJAN
Kamis, 26 September 2019
Mengenal Spodoptera frugiperda, Hama Baru pada Jagung
oleh ICHSAN KURNIAWAN,SP
Spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FAW) adalah hama jenis baru di Indonesia. Hama ini menyerang tanaman jagung. Dikenal dengan sebutan ulat grayak (Spodoptera frugiperda J.E. Smith) atau Fall Armyworm, hama ini muncul mulai tahun 2018. Pada tahun tersebut, FAW masuk Benua Asia di kawasan India, Myanmar, dan Thailand. Sekitar bulan Maret tahun 2019 serangan dilaporkan dengan tingkat berat justru memasuki Provinsi Sumatera Barat tepatnya di Kabupaten Pasaman Barat, selanjutnya menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia. Di Kabupaten Agam sendiri, hama ini juga muncul berdekatan dengan kemunculannya pertama kali di Sumbar. Penulis yang bertugas di Kecamatan Tilatang Kamang, pertama kali menemukan kasus bersama Pengamat Organisme Pengganggu Tanaman (POPT) setelah mendapatkan laporan sekitar awal September 2019 dan langsung melakukan pengamatan serangan di lapangan.
Sebagai
jenis hama baru yang menyerang pertanaman jagung, ulat grayak
atau Spodoptera frugiperda ini eksistensinya sudah menjadi ancman
berat bagi para petani jagung di Negara kita. Hama ini mejadi momok menakutkan
dikarenakan dapat merusak tanman jagung dalam waktu singkat. Hal ini membuat informasi
melalui pengamatan langsung di pertanaman jagung atau sistem scounting sangatlah penting sekali yang selanjutnya
akan melahirkan gerakan pencegahan dan pengendalian yang dilakukan
secara dini.
Sejauh ini mayoritas pengendalian UGJ banyak mengandalkan insektisida. Di Afrika insektisida yang sering digunakan adalah lambda-cyhalothrin, cypermethrin, chlor- pyrifos ethyl, emamectin benzoate, ethyl palmitate, monocrotophos, malathion (Rwomushana et al. 2018). Pengendalian insektisida memang merupakan pengendalian jangka pendek yang dapat digunakan dengan cepat untuk mengatasi meluasnya persebaran hama ini dengan cepat. Namun penggunaan insektisida seyogyanya tidak dapat digunakan dalam jangka panjang secara terus menerus karena memiliki beberapa dampak negatif seperti: dapat membunuh serangga non-target, menyabkan resistensi, dan meningkatkan biaya produksi (Ruíz-Nájera et al. 2007; Day et al. 2017; Prasanna et al. 2018).
Sampai saat ini, petani di Indonesia sangat
mengandalkan penggunaan pestisida sintetik. Padahal beberapa penelitian telah
menunjukan bahwa resistensi ternyata
cepat sekali terbentuk di populasi UGJ. Kumela et al. (2018),
menemukan bahwa hasil penggunaan pestisida pada UGJ teryata kurang
efektif karena resistensi cepat terbentuk. Resistensi ini juga ditemukan
terjadi pada populasi S. frugiperda dari Indonesia. Resistensi
diakibatkan oleh mutasi gen yang berpotensi resisten terhadap insektisida piretroid, organofosfat dan karbamat
(Boaventura et al. 2019). Di negara
lain seperti Brazil dan Puerto Rico telah ditemukan mutasi gen yang berpotensi
menimbulkan resistensi terhadap emamektrin benzoat, diamida, organofosfat,
siponosin, benzoylureas (Boaventura et
al. 2019), dan spinosad (Lira et al. 2019)
serta insektisida dengan bahan aktif Bt (Bacillus
thuringiensis) (Jakka et al. 2019).
Beberapa tanda dan gejala
terjadinya serangan ulat grayak antara lain Pada tanaman terdapatnya tanda gesekan
yang berbekas dari larva atau ulat, selain itu pada permukaan atas dari daun
atau daerah di sekitaran pucuk tanaman, akan didapati serbuk kasar yang
bentuknya menyerupai serbuk gergaji. Bagian pucuk tanaman jagung ini akan
rusak, begitu juga dengan daun muda sehingga akan berakibat tanaman akhirnya
mati. Peningkatan populasi yang cepat akan mengakibatkan serangan juga
meluas ke bagian tongkol. Secara umum akan menyebabkan gagal tumbuh atau panen.
Mencari dan mengumpulkan
kelompok telur dan dihancurkan dengan tangan adalah uspaya mekanis yang dapat
dilakukan pada tanaman yang terserang. Monitoring lahan seminggu dua kali di
masa vegetatif, terutama pada saat tingginya peletakan telur. Larva muda
sebaiknya diambil sebelum melakukan penetrasi lebih jauh. Untuk pengendalian
hayati dapat dilakukan dengan menjaga musuh alami tetap hidup. Begitu juga dengan
predator dari Spodoptera ini yang diantaranya Cocopet (Dermaptera:
Forficulidae), Kumbang Kepik (Coleoptera: Coccinellidae), Kumbang Tanah
(Coleoptera: Carabidae), Semut (Hymenoptera: Formicidae). Cara ini
ditempuh dengan pelestarian Mikro Organisme Lokal atau pengkoleksian MOL seperti
cendawan Beauviria bassiana dan Metharizium. Dalam pemakaian pestisida sesuai
dengan literature dan hasil pleno pestisida di tingkat Pusat, maka pemakaian
pestisida adalah dengan bahan aktif Emamektin benzoate Siantraniliprol Spinetoram
dan Tiametoksam.
Semoga tulisan ini dapat
membantu dalam mengendalikan atau bahkan kita dapat mencegah serangan hama ini
meluas di Kabupaten Agam secara umum, khususnya di Kecamatan Tilatang Kamang
yang dengan luasan tanam jagung cukup luas tersebar pada ketiga Nagari yakni
Koto Tangah, Kapau dan Gadut.
Selasa, 30 Juli 2019
Senin, 15 April 2019
PEMBUATAN FERMENTASI JAHE UNTUK MEMBANTU MENGATASI ANTRAKNOSA
Video by ICHSAN KURNIAWAN,SP
Original dibuat pada Tahun 2014 di UPT BP4K2P Kecamatan IV Koto
PERKEMBANGAN POPULASI HAMA TIKUS
Ichsan Kurniawan,SP, M.Si Tanaman padi ( Produsen ) akan lebih cepat habis karena jumlah tikus banyak sedangkan pemangsa tikus ( Ular ) mu...
-
oleh ICHSAN KURNIAWAN,SP Spodoptera frugiperda atau Fall Armyworm (FAW) adalah hama jenis baru di Indonesia. Hama ini menyerang tanaman ja...
-
Penyuluhan Pertanian adalah suatu usaha atau upaya untuk mengubah perilaku petani dan keluarganya, agar mereka mengetahui dan mem...